Angina Pektoris Tak Stabil Dapat Menyebabkan Serangan Infark Jantung
PERBIDKES.com - Setiap tahun di Amerika Serikat terdapat 1 juta pasien yang di rawat di rumah sakit karena angina tak stabil, dimana 6-8% kemudian mendapatkan serangan infark jantung yang tak fatal/meninggal dunia dalam satu tahun setelah diagnodis ditegakkan.
Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006 FKUI menjelaskan bahwa yang di masukkan kedalam angina tak stabil adalah sebagai berikut:
Braunwald pada tahun 1989 menganjurkan dibuat klasifikasi supaya terdapat keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina & kondisi klinik.
Perbedaan angina tak stabil dengan infark tanpa elevasi segmen ST menurut American College of Cardiology (ACC) & America Heart Association (AHA) adalah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya pertanda kerusakan miokardium dapat diperiksa.
Nitrat, dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena & arterional perifer, dengan efek mengurangi preload & afterload sehingga mampu mengurangi wall stress & exygen demand (kebutuhan oksigen).
Penyekat beta, dapat membantu menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung & daya kontraksi miokardium.
Tanda & Gejala.
- Keluhan pasien dengan angina pektoris tak stabil pada umumnya berupa angina untuk pertama kali maupun keluhan angina yang bertambah dari biasa.
- Nyeri dada seperti pada angina biasa tetapi lebih berat & lebih lama, mungkin muncul pada waktu istirahat, ataupun muncul kareba aktivitas yang minimal.
- Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak nafas, mual, hingga muntah, kadang2 disertai keringan dingin.
- Pada pemeriksaan fisik seringkali tak ada yang khas.
Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006 FKUI menjelaskan bahwa yang di masukkan kedalam angina tak stabil adalah sebagai berikut:
- Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat & frekuensi cukup sering (lebih dari 3 x perhari).
- Pasien dengan angina yang semakin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, kemudian serangan angina muncul lebih sering, lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi semakin ringan.
- Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Braunwald pada tahun 1989 menganjurkan dibuat klasifikasi supaya terdapat keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina & kondisi klinik.
Beratnya angina:
- Kelas I. Angina yang berat untuk pertama kali/makin bertambah beratnya nyeri dada.
- Kelas II. Angina pada waktu istirahat serta terjadinya subakut dalam 1 bulan, tetapi tidak terdapat serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
- Kelas III. Adanya angina saat istirahat & terjadinya dengan cara akut baik sekali maupun lebih, dalam 48 jam terakhir.
Kondisi klinis:
- Kelas A. Angina tak stabil sekunder, karena terdapat infeksi lain, anemia, maupun febris.
- Kelas B. Angina tak stabil primer, tidak adanya faktor ekstra kardiak.
- Kelas C. Angina yang muncul setelah serangan infark miokard.
Intensitas pengobatan:
- Tidak terdapat pengobatan ataupun hanya mendapatkan pengobatan yang minimal.
- Muncul keluhan walaupun sudah dapat terapi yang standar.
- Masih muncul serangan angina walaupun sudah diberikan pengobatan yang maksimum, dengan penyekat beta, nitrat, & antagonis kalsium.
Perbedaan angina tak stabil dengan infark tanpa elevasi segmen ST menurut American College of Cardiology (ACC) & America Heart Association (AHA) adalah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya pertanda kerusakan miokardium dapat diperiksa.
Penyebab.
- Ruptur plak. Terjadinya ruptur dapat menyebabkan aktivasi, adhesi, & agregasi platelet & menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Apabila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, akan tetapi jika trombus tak menyumbat 100%, serta hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
- Trombosis & Agregasi trombosit. Agregasi platelet & pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil.
- Vasospasme.
- Erosi pada Plak tanpa Ruptur.
Pemeriksaan Penunjang.
Untuk dapat menegakkan diagnosis angina tak stabil maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjangm antara lain adalah:- Elektrokardiografi (EKG), terdapat adanya depresi segmen ST, Gelombang T negatif.
- Ui latih, exercise test dengan treadmill.
- Ekokardiografi.
- Pemeriksaan Laboratorium, menurut European Society of Cardiology (ESC) & American College of Cardiology (ACC) dianggap ada mionekrosis jika troponin T ataupun I positif dalam 24 jam.
Penanganan.
- Pada umumnya pasien dengan angina pektoris tak stabil perlu perawatan di rumah sakit.
- Sebaiknya di rawat diruang unit intensif koroner.
- Pasien harus diistirahatkan (bed rest).
- Diberikan penenang.
- Diberikan oksigen.
- Pemberian p3tidin maupun m0rf1n perlu pada pasien yang masih saja merasakan nyeri dada, meskipun sudah mendapatkan terapi nitr0gliserin.
Terapi Medikamentosa.
Obat anti iskemia.
Antagonis kalsium, dapat menyebabkan vasodilatasi koroner & menurunkan tekanan darah.Nitrat, dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena & arterional perifer, dengan efek mengurangi preload & afterload sehingga mampu mengurangi wall stress & exygen demand (kebutuhan oksigen).
Penyekat beta, dapat membantu menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung & daya kontraksi miokardium.
Obat Antiagregasi trombosit.
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina pektoris tak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga golongan obat anti platelet yaitu aspirin, trikopidin, & inhibitor glikoprotein (GP) IIb/IIIa telah terbukti bermanfaat.Referensi:
- Angina pektoris tak stabil. Hanafi B. Trisnohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid 3. Jakarta: FKUI.