Demam Tifoid Penyakit Menular yang Tercantum Dalam Undang-Undang

PERBIDKES.com - Penyakit Demam Tifoid merupakan penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini termasuk penyakit yang mudah ditularkan serta dapat menyerang banyak orang sehingga bisa menimbulkan wabah.

Departemen Kesehatan Republik Indonsia pernah melakukan tentang kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 & pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Walaupun demikian berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam sepuluh besar penyakit dengan mortalitas tertinggi.

Ilustrasi seorang terserang demam tifoid
Foto: Ilustrasi seorang terserang demam tifoid (Akhmad Arif Afif/IPENDIDIKAN.com ). 

Patogenesis.

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) & Salmonella paratyphi (S. Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi lewat makanan yang terkontaminasi oleh kuman. Sebagian kuman dimusnahkan di dalam lambung, lalu sebagian lolos masuk ke dalam usus & berkembang biak.

Apabila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel2 epitel terutama sel-M lalu ke lamina propia. Di lamina propia ini kuman berkembang biak & difagosit oleh sel2 fagosit terutama oleh makrofag.

Di dalam makrofag kuman dapat hidup & berkembang biak, kemudian di bawa ke plague peyeri ileum distal & kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Kemudian...

Melalui duktus torasikus kuman yang berada di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah yang mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik & kemudian menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama limpa & hati. Di dalam organ2 ini kuman meninggalkan sel2 fagosit yang kemudian berkembang baik di luar sel (ruang sinusoid).

Selanjutnya...

Masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda2 & gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam empedu, berkembang biak, & bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan lewat feses & sebagiannya lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.

Ketika fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang kemudian akan menyebabkan gejala reaksi inflamasi sistemik misal demam, malaise, sakit kepala, mialgia, sakit perut, gangguan mental, koagulasi, & instabilitas vaskular.

Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menyebabkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan & nekrosis organ).

Tanda & Gejala.

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10 sampai 14 hari.

Minggu ke-1

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan & gejala seperti dengam penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu sebagai berikut:
  • Demam.
  • Pusing.
  • Nyeri kepala.
  • Nyeri otot.
  • Anoreksia.
  • Mual.
  • Muntah.
  • Diare.
  • Perasaan tidak enak pada perut.
  • Batuk.
  • Epistaksis.


Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat ditemui suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan & terutama pada sore hingga malam hari.

Minggu ke-2


Pada minggu kedua gejala2 menjadi lebih jelas berupa:
  • Demam.
  • Bradikardia relatif (peningkatan suhu 1○C tidak di ikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per menit).
  • Lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi & ujung merah serta tremor).
  • Hepatomegali.
  • Splenomegali.
  • Meteroismus.
  • Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, & psikosis.

Pemeriksaan Laboratorium.

  • Kadar leukosit normal ataupun leukositosis.
  • Trombositopenia.
  • Anemia ringan.
  • SGOT & SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Jadi tidak perlu dilakukan penanganan khusus terkait kenaikan SGOT & SGPT.

Uji widal.

Uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien penderita demam tifoid yaitu:
  • Aglutinin O (dari tubuh kuman).
  • Aglutinin H (flagela kuman).
  • Aglutinin Vi (simpai kuman).
  • Dari ketiga aglutinin hanya aglutinin O & H yang dipakai untuk diagnosis demam tifoid.

Pada fase akut awalnya aglutinin O, kemudian diikuti aglutinin H.
Pada pasien yang sudah sembuh aglutinin O masih tetap ditemukan setelah 4-6 bulan, sedang pada aglutinin H menetap lebih lama sekitar 9-12 bulan. Oleh sebab itu,  uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.

Kultur darah.

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid.

Dear sejawat, untuk itu agar dapat diberikan terapi yang tepat & memimalkan terkena komplikasi maka penegakan diagnosis demam tifoid sedini mungkin harus dilakukan.

Penanganan.

Pengobatan dengan menganut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu istirahat & perawatan, diet & terapi penunjang, serta pemberian antimikroba.

Istirahat & perawatan.

Anjurkan pasien untuk tirah baring dengan memberikan perawatan sepenuhnya ditempat misalnya makan, minum, mandi, BAK, BAB. Ingat ! Kebersihan perorangan tetap harus di perhatikan & dijaga.

Diet & terapi penunjang.

Diet bubur saring kemudia ditingkatkan menjadi bubur kasar yang akhirnya diberikan nasi.

Pemberian Antimikroba.

Obat2 antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid yang dijelaskan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006. FKUI sebagai berikut:
  • Kloramfenikol, dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari.
  • Tiamfenikol, dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari.
  • Kotrimoksazol, dosis yang diberikan 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg & 80 mg trimetoprim).
  • Ampisilin & Amoksisillin, dosis yang diberikan berkisar antara 50-150 mg perKg BB.
  • Sefalosporin Generasi ke-3 yaitu seftriakson, dosis yang diberikan antara 3-4 gram dektrosa 100 cc diberikan selama 1/2 jam perinfus sekali perhari. Diberikan 3 sampai 5 hari.
  • Golongan Flurokuinolon, seperti norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, & fleroksasin.

Kombinasi obat antimikroba.

Kortikosteroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid ataupun demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.

Hati-hati pengobatan demam tifoid pada Wanita Hamil.
Obat yang dianjurkan hanya ampisilin, amoksillin, & seftriakson.

Komplikasi.

  • Perforasi usus.
  • Ileus paralitik.
  • Anemia hemolitik.
  • Trompositopenia.
  • KID (koaguladi intravaskular diseminata).
  • Trombosis.
  • Tromboflebitis.
  • Miokarditis.
  • Gagal sirkulasi perifer.
  • Artritis.
  • Spondilitis.
  • Tifoid toksik.
  • Glomerulonefritis.
  • Pielonefritis.
  • Perinefritis.
  • Osteomielitis.
  • Hepatitis.
  • Kolesistitis.
  • Pneumonia.
  • Pleuritis.

Pencegahan.

  1. Sampai kapanpun, pencegahan memang lebih baik dari pada pengobatan. Adapun pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
  2. Preventif & kontrol penularan.
  3. Indentifikasi & eradikasi S. Typhi pada pasien Tifoid asimtomatik, karier, & akut.
  4. Pencegahan transmisi langsung pada pasien terinfeksi S. Typhi.
  5. Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular & terinfeksi.

Vaksinasi.

Jenis vaksin terdiri dari vaksin oral & vaksin parenteral.
Vaksin oral: -Ty21a (vivotif Berna).à tetapi belum beredar di Indonesia. Sedangkan vaksin parenteral: ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul polisakarida.


Referensi:

  1. Demam tifoid. Djoko Widodo (ed). 2006. BAIPD. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: FKUI p1752-395.