Hepotermia dan Hipertemia Pada Usia Lanjut (Lansia)

PERBIDKES.com - Pada lansia kemampuan mengatur suhu tubuh berkurang dengan meningkatnya usia. Suhu tubuh inti maksimal pada waktu sore hari & mencapai minimum pada waktu dini hari.

Suhu tubuh ini merupakan sath indikator yang paling kuat & stabil yang mencerminkan aktivitas irama sirkadian.

Sistem termoregulasi dapat di konsep mengandu tiga bagian yaitu:
  • Jalur aferen termosensitif.
  • Integrasi neuron & sistem kontrol.
  • Jalur efektor desenden yang mengubah perolehan maupun kehilangan panas.


Suhu tubuh inti pada usia lanjut lebih rendah dibandingkan pada dewasa muda tampaknya mencerminkan pengaruh status nutrisi, penyakit, & obat2an.

Perubahan pada termoresepsi lansia pada ujung saraf bebas yang berhubungan dengan sensasi suhu tetap utuh, berlawanan dengan berkurangnya jumlah reseptor kulit rasa sentuh misalnya badan meissnee & pacini.

usia lanjut
Nenek & kakek tercinta (Akhmad Arif Afif, 2014 ).


Hipotermia.

Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI tahun 2006 mendefinisikan hipotermia sebagai temperatur tubuh ini (rektal, esofageal, timpani) kurang dari 35○C.

Berkurangnya sensasi terhadap suhu dingin & gangguan sensitivitas pada perubahan temperatur dihubungkan dengan memburuknya termoregulasi pada lansia serta dapat menyebabkan perilaku maladaptif pada lingkungan dingin.

Gangguan termoregulasi dapat terjadi karena hasil disfungsi sistem hipotalamus & sistem saraf pusat maupun karena obat.

Obat2an yang paling sering berhubungan dengan hipotermia adalah etan0l, obat anestesi, fenotiazin, barbiturat, benzodiazepin & 0pioid.


Etan0l merupakan predisposisi hipertemia karena bekerja sebagai vasodilator, anestetik, penekan sistem saraf pusat, penyebab hipoglikemia, pajanan lingkungan & faktor resiko trauma.

Tanda-tanda awal terjadi pada suhu inti 32 - 35 ○C yaitu sebagai berikut:

  • Kelelahan.
  • Kelemahan.
  • Kebingungan.
  • Apati.
  • Melambatnya gerakan.
  • Bicara tidak jelas.
  • Kulit dingin.


Pada suhu otak mencapai 32 - 30○ C dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.

Ketika suhu tubuh turun dari 28○ C, kulit akan menjadi sangat kering, individu menjadi tidak responsif, kaku, areflesia, terfiktir & pupil dilatasi.

Komplikasi awal dari hipotermia berat adalah aritmia, henti jantung & nafas. Sedangkan komplikasi lanjutan adalah bronkopneumonia & pneumonia aspirasi.

Refleks batuk ditekan oleh hipotermia, sedangkan dingin menyebabkan banyaknya produksi sekresi bronkial yang kental.

Dalam melakukan pertolongan pertama pada pasien dengan hipotermia yaitu dengan cara memindahkan segera dari lingkungan dingin, daerah berangin, & kontak dengan objek yang dingin (dengan hati2) & berikan beberapa lapis selimut supaya hangat.

Bila dirumah sakit, perawatan yang dilakukan pada pasien hipotermia berat yaitu terdiri dari tatalaksana perawatan intensif dari disfungsi multisistem yang kompleks.

Hipertermia.

Hipertemia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus jika mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat/penyakit) maupun dipengaruhi oleh panas ekternal (lingkungan) ataupun internal (metabolik).

Sindrom disfungsi multiorgan adalah kelanjutan perubahan2 yang terjadi pada lebih dari satu sistem organ setelah adanya gangguan, misalnya trauma, sepsis, ataupun sengatan panas.

Sengatan panas (heat stroke) adalah penyakit berat dengan ciri suhu tubuh inti >40○C & abnormalitas sistem saraf pusat misalnya kejang, delirium, ataupun koma karena pajanan terhadap lingkungan panas (sengatan panas klasik) ataupun latihan fisis yang berat (sengatan panas terkait dengan aktifitas).

Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan suhu tubuh normal dalam mengatasi lingkungan yang panas.

Biasanya pada orang tua mengalami sengatan panas yang tidak berkaitan dengan aktifitas karena gangguan kehilangan panas & kegagalan mekanisme homeostatik.

Pada usia lanjut respons berkeringat terhadap stimulasi panas & nerokimia berkurang daripada dengan dewasa muda. Selain itu di usia lanjut juga terdapat ambang suhu inti yang lebih tinggi untuk memulai proses berkeringat.

Menurut Sato, pengaruh usia sangat kecil pada kelenjar yang aktifkan dengan cara farmakologis sampai usia 60 tahun walaupun setelah usia 70 & 80 tahun fungsi kelenjar menurun secara bertahap.

Pada kulit yang menua, bagian dalam epidermis mendatar sehingga menjadi rata pada orang yang sudah tua. Tranformasi ini berkaitan dengan kolapsnya, disorganisasi, & hilangnya pembuluh2 darah mikrosirkulasi di papilaris kulit & pleksus vaskular superfisial.

Perubahan anatomis ini mendukung peran perubahan struktural pada berkurangnya kapasitas aliran darah kulit maksimal.

Ketidak mampuan relatif kulit yang sudah menua untuk dapat mempengaruhi vasodilatasi tampaknya merupakan konsekuensi utama pada usia lanjut (lansia).

Adaptasi kardiovaskular normal terhadap stres panas berat adalah dengan cara meningkatkan curah jantung hingga 20 liter permenit & pergeseran darah yang panas dari sirkulasi ini ke sirkulasi perifer.

Ketidakmampuan darah untuk meningkatkan curah jantung karena adanya deplesi air & garam, penyakit kardiovaskular, ataupun pengaruh obat2an yang mengganggu fungsi jantung dapat menghambat toleransi panas yang mengakibatkan kerentanan terhadap sengatan panas.

Biasanya kemampuan para orang2 tua pada masa gelombang panas dianggap karena penyakit jantung maupun masalah kardiovaskular lainnya yang dieksaserbasi oleh stres panas.

Antikolinergik, fenotiazin & antidrepresi menyebabkan hipohidrosis. Deuretik berhubungan dengan hipovolemia & hipokalemia, serta beta bloker dapat menekan fungsi miokard.

Ciri khas dimana suhu tubuh inti lebih dari 40,6○C disertai disfungsi sistem saraf pusat yang berat & antihidrosis.

Manifestasi dini disebut dengan heat exhaustion (kelelahan panas), tidak khas terdiri daei kelemahan, rasa pusing, mual, muntah, anoreksia, sakit kepala, sensasi panas, & sesak nafas.

Komplikasi sengatan panas terdiri dari gagal jantung kongestif & aritmia jantung, edema serebral dengan kejang & defisit neurologis difus & fokal, hipokalemia, asidosis metabolik, alkalosis respiratorik, syok, & hipovolemia.

Kunci dalam mengatasi hipertemia adalah pendinginan secara cepat, suhu tubuh inti harus segera diturunkan mencapai 39○C dalam jam pertama. Berendam dalam air es lebih baik dibandingkan pendinginan dengan alk0hol maupun fan listrik. Sedangan apabila terdapat komplikasi maka membutuhkan perawatan di ruang intensif.

Perlu dingat ! Tidak ada zat2 farmakologis yang dapat mempercepat pendinginan yang mampu menolong pada terapi sengatan panas.

Referensi:

  1. Siti Setiati & nina kemala sari (ed). Regulasi suhu pada usia lanjut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta: FKUI. p1341-308.