Infeksi Nosokomial (Infeksi Rumah Sakit)

PERBIDKES.com - Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI. 2006 menjelaskan bahwa pengertian infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:
  • Infeksi yang terdapat di rumah sakit (RS).
  • Infeksi yang terjadi setelah 72 jam perawatan pada pasien rawat inap.
  • Infeksi yang terjadi pada pasien yang dirawat lebih lama dari masa inkubasi suatu penyakit.


Pada rumah sakit yang memiliki ruang ICU (intensif care unit), angka infeksi nosokomial-nya lebih tinggi dari pada yang belum mempunyai ruang ICU. Selain itu kejadian infeksi nosokomial lebih tinggi di rumah sakit pendidikan.

Infeksi yang di dapat di rumah sakit tersebut disebut sebagai infeksi rumah sakit. & Infeksi rumah sakit lebih dikenal sebagai infeksi nosokomial (IN).

Dear sejawat, pasti bertanya-tanya bagamana infeksi nosokomial bisa terjadi di suatu rumah sakit.

Berikut gambar di bawah ini sering dipakai untuk memperjelas bagaimana infeksi nosokomial dapat terjadi di suatu rumah sakit.

Infeksi Nosokomial (Infeksi Rumah Sakit)

Penularan terjadi melalui cara silang dari satu pasien kepada pasien lainnya/ infeksi diri sendiri dimana kuman sudah terdapat pada pasien, selanjutnya melalui suatu migrasi pindah tempat & di tempat yang baru menyebabkan infeksi.

Tidak cuma pasien rawat inap yang dapat tertular, tetapi sekuruh personil rumah sakit (dokter, perawat) yang berhubungan langsung dengan pasien, serta penunggu & pengunjung pasien.

Infeksi rumah sakit sering kali terjadi pada pasien yang beresiko tinggi yaitu pasien yang berkarakteristik sebagai berikut:
  • Berusia tua.
  • Berbaring lama.
  • Pemakaian obat imunosupresan & stesoid.
  • Daya tahan turun pada luka bakar.
  • Pada pasien yang dilakukan tindakan prosedur diagnostik invasif.
  • Pemasangan infus lama.
  • Pemasangan kateter yang lama.
  • Infeksi nosokomial pada luka operasi.

Merupakan sumber penularan & cara penularan terutama melalui tangan, melalui jarum suntik, kateter intravena, kateter urin, kain kasa (verban), cara yang salah dalam menangani luka, peralatan operasi yang terkontaminasi, dll...

Kuman penyebab yang tersering terjadinya infeksi nosokomial adalah proteus, E. Coli, Pseu-domonas, S. Aureus. Selain itu juga terdapat peningkatan infeksi nosokomial oleh kuman Enterococus faecalis (streptococcus faecalis).

Dibandingkan dengan kuman yang sama yang terdapat di masyarakat, populasi kuman penyebab infeksi nosokomial ini lebih resisten terhadap antibiotik yang sama. Sehingga dalam penyembuhan infeksi nosokomial tertentu seringkali harus diberikan antibiotik yang poten/ kombinasi antibiotik.

Di rumah sakit seharusnya lingkungan selalu bersih & seteril mungkin, ternyata hal tersebut kadang masih tidak selalu dapat sepenuhnya terlaksana, karenanya tak mungkin bila infeksi rumah sakit ini dapat diberantas secara total. Apalagi pada pasien yang memang fisiknya lemah tidaklah terhindarkan dari infeksi oleh populasi kuman rumah sakit.

Perlu diketahui, infeksi nosokomial merupakan suatu masalah besar serta menghamburkan biaya besar di rumah sakit.

Untuk dapat mengetahui bahwa telah terjadi suatu infeksi nosokomial yang sangat penting dalam keperluan surveillance penanggulangan infeksi rumah sakit maka diperlukan kriteria sebagai berikut:
  • Kriteria klinis.
  • Kriteria mikrobiologis/parasitologis.

Kriteria diatas dibuat agar pada pasien yang tidak dilakukan indentifikasi mikrobiologis masih tetap dapat tercakup dalam surveillance berdasarkan kriteria klinis.

Dari penelitian klinis, infeksi nosokomial ini dapat terjadi karena disebabkan oleh infeksi dari kateter urin, infeksi saluran pernafasan, infeksi jarum infus, infeksi luka operasi, infeksi kulit, & septikemia.

Komplikasi kanulasi infeksi intravena ini dapat berupa sebagai berikut:

  • Penyumbatan = infus tidak berfungsi sebagamana mestinya tanpa dapat  di deteksi andanya gangguan lain.
  • Trombosis = adanya pembengkakan pada sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus.
  • Flebitis = adanya pembengkakan, kemerahan, serta rasa nyeri sepanjang vena.
  • Supurasi = jika terjadi bentukan pus (nanah) disekitar insersi kanul.
  • Kolonisasi kanul = jika telah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang terdapat pada pembuluh darah.
  • Septikemia = jika kuman menyebar hematogen dari kanul.


Adapun beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan terjadinya komplikasi kanula intravena adalah:

  • Ukuran kateter yang lebih besar.
  • Jenis kateter plastik.
  • Pamasangan dengan cara venaseksi.
  • Kateter yang dipasang pada tungkai bawah.
  • Kateter yang dipasang lebih dari 72 jam.
  • Tidak mengindahkan prinsip antiseptik.
  • Cairan infus yang hipertonik & tranfusi darah yang merupakan media pertumbuhan mikroorganisme.
  • Peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat.
  • Manipulasi terlalu sering pada kanula.


Di ruang rawat inap kebidanan setelah operasi ginekologi berencana di dapat angka infeksi nosokomial infeksi saluran kemih yang tertinggi.

Di bangsal bayi, infeksi nosokomial akan mudah terjadi karena disebabkan oleh daya tahan yang masih rendah.

Di ruang bedah, infeksi luka operasi & infeksi luka bakar merupakan kejadian infeksi nosokomial utama.

Di ruang rawat intensif, infeksi nosokomial lebih sering terjadi dibandingkan di ruang bangsal biasa.

Infeksi nosokomial dapat terjadi pada permukaan kulit, pada selaput lendir mulut, dapat lebih dalam berupa diare sepsis, selulitis, & meningitis.

Suatu rumah sakit yang ada di Indonesia untuk dapat akreditasi dari Depkes, maka diharuskan memiliki & melaksanakan berbagai macam prosedur strandar perawatan ataupun pengobatan serta perlu adanya panitia pengendali infeksi rumah sakit yang disingkat PIRS.

Pada umumnya kuman penyebab infeksi nosokomial merupakan kuman yang sudah resisten terhadap banyak antibiotik. Untuk itu dalam pengobatan harus sangat diperhatikan.

Antibiotika golongan beta laktam diantaranya sefalosporin, sefoperazon i.m maupun i.v setiap 12 jam dapat digunakan walaupun terdapat gangguan pada ginjal & neutropenia (< 1.000/ul).

Sedangkan pengobatan pada VAP (Ventilator Associated Pneumonia) harus menggunakan kombinasi antibiotika yang dapat mencakup spektrum patogen. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menjelaskan bahwa paling sering digunakan adalah kombinasi sefalosporin generasi ke 3 & aminoglikosida.

Apakah infeksi nosokomial dapat dicegah?

Pertanyakan ini pasti teman2 sejawat tanyakan. Pada penelitian di ICU untuk dapat mencegah infeksi menunjukkan bahwa dekontaminasi saluran pencernaan dapat menurunkan insidensi pneumonia nosokomial.

Upaya pencegahan yang dilakukan dalam tindakan2 asepsis & antisepsis di dalam rumah sakit perlu dikenali & dilakukan.

Terjadinya pneumoni nosokomial akan meningkatkan masa perawatan 7 sampai 9 hari.

Referensi.

  1. Iskandar zulkarnain (ed). Infeksi Nosokomial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta: Balai penerbit FKUI. p1749-394.